Kamis, 03 September 2009

Math for Kids: Program Pengenalan Matematika Bagi Anak usia Dini Melalui Aktivitas Sehari-hari Oleh Ibu di Pesisir Pantai Parupuk Tabing Padang

Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa usia dini merupakan masa yang paling tepat untuk mengawali pendidikan anak. Ditinjau dari perkembangan otak manusia, maka tahap perkembangan otak pada usia dini menempati posisi yang paling vital, yakni mencapai 80 persen perkembangan otak. Bayi lahir telah mencapai perkembangan otak 25 persen dari orang dewasa, untuk menuju kesempurnaan perkembangan otak manusia, 50 persen dicapai hingga usia 4 tahun 80 persen hingga usia 8 tahun dan selebihnya perkembangan otak anak mencapai titik kulminasi ketika anak berumur sekitar 18 tahun (Direktorat PAUD, 2004).

Masa usia dini merupakan masa emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan yang dijadikan sebagai cermin untuk melihat bagaimana keberhasilan anak di masa mendatang. Menurut Howard Gardner (www.ihf-sbb.org) mengemukakan adanya 8 kecerdasan yang berbeda sebagai satu cara untuk mengukur potensi kecerdasan manusia, kanak-kanak dan dewasa. Salah satunya yaitu kecerdasan logika matematik. Anak-anak dengan kecerdasan matematik-logika tinggi cenderung menyenangi kegiatan menganalisa dan mempelajari sebab-akibat terjadinya sesuatu. Anak-anak semacam ini cenderung menyukai aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan problem matematika. Apabila kurang memahami, maka mereka akan cenderung berusaha untuk bertanya dan mencari jawaban atas hal yang kurang dipahami tersebut.

Permasalahan PAUD di Indonesia yang sedang berkembang saat sekarang ini adalah yang akses pendidikan yang kurang lancar, latar belakang pendidikan orang tua, dan dari kondisi ekonomi masyarakat itu sendiri. Data 2007, sekitar 54 persen dari 28 juta anak di Indonesia belum mendapat pendidikan usia dini. Namun, sampai saat ini akses anak usia dini terhadap layanan pendidikan dan perawatan melalui PAUD masih sangat terbatas dan tidak merata. Dari sekitar 28,2 juta anak usia 0-6 tahun, baru 7,2 juta (25,3 %) yang memperoleh layanan PAUD. Sementara itu, menurut data Balitbang Depdiknas, untuk anak usia 5-6 tahun yang jumlahnya sekitar 8,14 juta anak, baru sekitar 2,63 juta anak (atau sekitar 32,36 %) yang memperoleh layanan pendidikan di TK. Anak-anak yang memperoleh kesempatan PAUD tersebut umumnya berasal dari keluarga mampu di daerah perkotaan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin dan anak-anak pedesaan belum memperoleh kesempatan PAUD secara proporsional.

Berdasarkan hasil observasi Tim PKM ke Pesisir Pantai Parupuk Tabing Padang, tergambar sebagian besar anak usia dini di daerah tersebut belum mendapatkan pendidikan secara optimal. Meskipun telah ada lembaga PAUD, namun masyarakat belum menggunakannya secara optimal.

Pendidikan dalam keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak, sekaligus sebagai fondasi bagi pengembangan pribadi anak. Orang tua terutama ibu sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak. Sebab ibu merupakan orang yang paling dekat dengan anak dan kapasitas pertemuan antara ibu dengan anak itu lebih banyak dibandingkan dengan ayah, maupun lingkungan luarnya. Di lingkungan inilah anak berada pada otoritas orang tua sepenuhnya. Sehingga apapun yang diterima anak baik yang didengar, dilihat dan dirasakan merupakan pendidikan yang diterima anak selanjutnya diterapkan dalam konteks kehidupan yang lebih luas.

Pemanfaatan aktivitas sehari-hari sebagai media memperkenalkan matematika bagi anak usia dini. Berdasarkan teori perkembangan kognitif menurut Piaget (dalam Erman: 2003) perkembangan kognitif seorang individu dipengaruhi pula oleh lingkungan dan transmisi sosialnya. Efektivitas hubungan setiap individu dengan lingkungan dan kehidupan sosialnya berbeda satu sama lain, maka tahap perkembangan kognitif yang dicapai setiap individu berbeda pula. Oleh sebab itu agar perkembangan kognitif seorang anak berjalan secara maksimal, sebaiknya diperkaya dengan banyak pengalaman edukatif. Menurut Sophian (1996) dan Wynn (1995) (http://anakdankeluarga.blog.com/) menyatakan bahwa anak sudah memiliki kemampuan mengenal angka sejak dini bahkan sebelum usia sekolah. Anak usia prasekolah sudah mengerti tentang kuantitas, bertambah atau berkurangnya sebuah benda, mengurutkan benda berdasarkan bilangan dan menyebutkan bilangan mesti belum secara tepat. Sejak kecil setiap anak memiliki kemampuan bermatematika yang sama, tetapi kenyataannya tidak setiap anak memiliki prestasi yang sama. Sebagian anak dapat dengan mudah memperoleh nilai yang bagus dan sebagian lagi harus bekerja keras untuk memperoleh nilai yang bagus.

Orang tua dan anggota keluarga lainnya merupakan bagian yang paling dekat dengan anak. Oleh karena itu selain guru sebagai pendidik peran orang tua sangat penting dalam membantu perkembangan anaknya. Banyak aktivitas sehari-hari yang tidak membutuhkan biaya mahal dan peralatan khusus dapat digunakan untuk mengenalkan matematika pada anak, hampir setiap aktivitas sehari-hari dapat dipandang sebagai aktivitas matematika. Kita bisa mengenalkan pertama kali pemahaman konsep matematika sejak usia dini dari lingkungan serta aktivitas sehari-hari dengan bentuk stimulasi yang mendukung dan terlebih penting tanpa paksaan. Belajar dengan menggunakan aktivitas sehari-hari sambil bermain merupakan bentuk pendidikan yang paling cocok untuk anak usia dini. Bagi anak bermain adalah kegiatan yang mengasyikkan, melalui bermain semua aspek perkembangan anak dapat ditingkatkan termasuk perkembangan matematis logis anak.